Kumpulan Contoh Permasalahan Perbatasan Antara Indonesia dengan Negara Lain Beserta Penyebab dan Penyelesaian
Permasalahan Perbatasan Antara Indonesia dengan Negara Lain |
Kurikulum 2013 memang
menuntut siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Siswa diizinkan mencari
sumber referensi sebanyak-banyaknya untuk mengerjakan tugas. Dan slah satu
sumber referensi yang banyak digunakan adalah internet. Salah satu yang bisa
kalian jadikan referensi adalah posting kali ini yang akan membahas tentang ”Kumpulan Contoh Permasalahan Perbatasan Antara
Indonesia dengan Negara Lain Beserta Penyebab dan Penyelesaian”. Kalian
tentu mendapat tugas kelompok 2.1 PPKn kelas XI halaman 35 yang berbuni:
2. Setiap wilayah
perbatasan Indonesia dengan Negara lain tentunya pernah mengalami beberapa
permasalahan. Coba kalian identifikasi permasalah-permasalahan yang melibatkan
Indonesia dengan Negara lain yang berkaitan dengan maslah perbatasan.
Presentasikan di depan guru dan teman kalian
Di tugas tersebut, kalian
diminta mengisi tabel yang sudah tersedia.Di posting ini, saya sudah memberikan
masalah-masalah perbatasan dalam bentuk tabel plus dalam bentuk paragraf.
Pertama saya akan menyajikan adalah dalam bentuk table dan dilanjutkan dalam
bentuk paragraf.
Tabel
No
|
Permasalahan
|
Negara Lain yang Terlibat
|
Penyelesaian
|
1
|
Kasus Ambalat
|
Malaysia
|
Melakukan
pertemuan liberal guna membahas masalah dengan perundingan, dan memutuskan
Pulau Ambalat tetap sebagai wlayah NKRI
|
2
|
Kasus Wilayah Camar Bulan dan Tanjung Datuk
|
Malaysia
|
Melalui
pertemuan Indonesia – Malaysia di Semarang pada tahun 1978, memutuskan
wilayah Camar Bulan dan Tanjung Datuk menjadi bagian dari wilayah Malaysia
|
3
|
Kasus
Pulau Simakau
|
Singapura
|
Melakukan
klarifikasi bahwa pulau yang dimaksud adalah pulau Simakau milik Singapura.
Jadi, terdapat dua pulau yang bernama sama yang dimiliki Indonesia dan
Singapura
|
4
|
Kasus
Pulau Batik
|
Timor
Leste
|
Pemangku
adat antara wilayah Perbatasan Amyoung dan Ambenu, ingin menyelesaikan titik
batas dan meminta izin pemerintah pusat untuk memfasilitasi tersebut. Kedua
Negara belum diperbolehkan beraktivitas di daerah perbatasan tersebut
|
5
|
Kasus
Pulau Miangas
|
Filiphina
|
Dinyatakan
lebih lanjut dalam protocol perjanjian ekstradisi Indonesia – Filiphina
mengenai defisi wilayah Indonesia yang menegaskan Pulau Miangas adalah Milik
Indonesia atas dasar putusan Mahkamah Arbitrase Internasional 4 April 1928
|
6
|
Kasus
Pulau Nipa
|
Singapura
|
Kementrian
Pertahanan Mengkampanyekan Untuk Mereklamasi Pulau Nipa karena pada tahun
2004 sampai 2008 penduduk menjual pasir pantai Pulau Nipa kepada Singapura.
Langkah KemHan ini menghabiskan dana lebih dari 300 Milyar Rupiah.
|
Diolah dari: Kamtoboys Cancers
Paragraf
Masalah
Perbatasan Indonesia – Timor Leste
Pada pertengahan Oktober 2013, konflik
antarwarga di perbatasan Indonesia-Timor Leste kembali pecah. Warga kedua
negara saling serang dengan melempar batu dan kayu di perbatasan Kabupaten
Timor Tengah Utara (Indonesia) dengan Distrik Oecussi (Timor Leste). Konflik
ini menimbulkan ketegangan hubungan antarwarga hingga berhari-hari berikutnya (Tempo,15
Oktober 2013). Konflik tersebut bukan pertama kali terjadi, karena pada akhir Juli
2012 konflik serupa juga terjadi di kabupaten yang sama, tetapi melibatkan
warga dari desa yang berbeda.
Kasus konflik komunal di perbatasan
Indonesia-Timor Leste menarik, karena jenis konflik tersebut hampir tidak
terjadi di wilayah perbatasan darat Indonesia lainnya, baik di Kalimantan
maupun di Papua. Biasanya masalah yang muncul di wilayah perbatasan darat
tersebut berupa belum disepakatinya delimitasi dan demarkasi batas serta
maraknya aktivitas lintas batas ilegal. Bisa dikatakan jarang sekali terjadi
kekerasan antarwarga. Oleh karena itu, analisis terhadap konflik komunal di
perbatasan Indonesia-Timor Leste tersebut penting untuk dilakukan, agar
Indonesia dapat membuat langkah antisipasi sehingga kejadian serupa tidak
terjadi di masa depan. Tulisan ini berusaha menjelaskan kronologi konflik
komunal tersebut, faktor-faktor penyebab, usaha penyelesaian, dan langkah yang
bisa dilakukan ke depan.
Kronologi
Konflik
Pada Oktober 2013, Pemerintah Republik
Demokratik Timor Leste membangun jalan di dekat perbatasan Indonesia-Timor
Leste, di mana menurut warga Timor Tengah Utara, jalan tersebut telah melintasi
wilayah NKRI sepanjang 500 m dan juga menggunakan zona bebas sejauh 50 m.
Padahal berdasarkan nota kesepahaman kedua negara pada tahun 2005, zona bebas
ini tidak boleh dikuasai secara sepihak, baik oleh Indonesia maupun Timor
Leste. Selain itu, pembangunan jalan oleh Timor Leste tersebut merusak
tiang-tiang pilar perbatasan, merusak pintu gudang genset pos penjagaan
perbatasan milik Indonesia, serta merusak sembilan kuburan orang-orang tua
warga Nelu, Kecamatan Naibenu, Kabupaten Timor Tengah Utara.
Pembangunan jalan baru tersebut kemudian
memicu terjadinya konflik antara warga Nelu, Indonesia dengan warga Leolbatan,
Timor Leste pada Senin, 14 Oktober 2013. Mereka saling lempar batu dan kayu.
Aksi ini semakin besar karena melibatkan anggota polisi perbatasan Timor
Leste (Cipol) yang turut serta dalam aksi saling lempar batu dan kayu tersebut.
Dari aksi tersebut, enam warga Leolbatan dan satu anggota Cipol menderita luka
parah, sementara dari sisi Indonesia hanya ada satu warga Nelu yang menderita
luka ringan.
Setelah jatuhnya korban dari kedua belah
pihak, aksi saling serang kemudian dihentikan. Namun demikian, warga masih
berjaga-jaga di perbatasan masing-masing. Eskalasi konflik semakin meningkat
setelah terjadi insiden penggiringan 19 ekor sapi milik warga Indonesia yang
diduga digiring oleh warga Timor Leste masuk ke wilayah mereka. Selanjutnya, 10
warga Indonesia didampingi enam anggota TNI Satgas-Pamtas masuk ke wilayah
Timor Leste untuk mencari 19 ekor sapi tersebut. Sementara itu, ratusan warga
lainnya dari empat desa di Kecamatan Naibenu berjaga-jaga di perbatasan dan
siap perang melawan warga Leolbatan, Desa Kosta, Kecamatan Kota, Distrik Oekussi,
Timor Leste. Berita terakhir yang terkumpul dari media massa, warga masih
berjaga-jaga di perbatasan (Tempo, 18 Oktober 2013).
Konflik tersebut bukan pertama kali terjadi
di perbatasan Indonesia-Timor Leste. Satu tahun sebelumnya, konflik juga terjadi
di perbatasan Timur Tengah Utara-Oecussi. Pada 31 Juli 2012, warga desa Haumeni
Ana, Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT, terlibat
bentrok dengan warga Pasabbe, Distrik Oecussi, Timor Leste. Bentrokan ini
dipicu oleh pembangunan Kantor Pelayanan Bea Cukai, Imigrasi, dan Karantina
(CIQ) Timor Leste di zona netral yang masih disengketakan, bahkan dituduh telah
melewati batas dan masuk ke wilayah Indonesia sejauh 20 m. Tanaman dan
pepohonan di tanah tersebut dibabat habis oleh pihak Timor Leste. Setelah
terlibat aksi saling ejek, warga dari kedua negara kemudian saling lempar batu
dan benda tajam sebelum akhirnya dilerai oleh aparat TNI perbatasan dan tentara
Timor Leste (Sindo, 31 Juli 2012; Tempo, 2 Agustus 2012;
dan Kompas, 6 Agustus 2012).
Faktor
Penyebab Konflik
Terdapat beberapa faktor yang menjadi
penyebab terjadinya konflik komunal tersebut.
ร Pertama, masih belum
tuntasnya delimitasi perbatasan antara kedua negara. Berdasarkan nota
kesepahaman antara kedua negara pada 2005, masih terdapat 4% perbatasan darat
yang masih belum disepakati. Menurut Badan Nasional Pengelola Perbatasan
(BNPP), kedua negara masih mempersengketakan tiga segmen batas yaitu
a) segmen di Noelbesi Citrana,
Desa Netemnanu Utara, Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, dengan Distrik Oecussi,
Timor Leste, menyangkut areal persawahan sepanjang Sungai Noelbesi, yang status
tanahnya masih sebagai zona netral.
b) Segmen di Bijaelsunan,
Oben, di Kabupaten Timor Tengah Utara dengan Distrik Oecussi, yaitu pada areal
seluas 489 bidang tanah sepanjang 2,6 km atau 142,7 ha. Tanah tersebut
merupakan tanah yang disterilkan agar tidak menimbulkan masalah karena
Indonesia-Timor Leste mengklaim sebagai miliknya.
c) Segmen di Delomil Memo,
Kabupaten Belu yang berbatasan dengan Distrik Bobonaro, yaitu perbedaan
identifikasi terhadap Median Mota Malibaca pada aliran sungai sepanjang 2, 2 km
atau pada areal seluas 41,9 ha (Tempo, 15 Agustus 2012).
ร Kedua, terjadi perbedaan
interpretasi mengenai zona netral yang terdapat di perbatasan kedua negara.
Dari sudut pandang Indonesia, pemerintah dan warganya menganggap bahwa zona
netral adalah zona yang masih belum ditetapkan statusnya sebagai milik negara
Indonesia atau Timor Leste, sehingga harus dikosongkan dari segala aktivitas
warga. Sementara dari sudut pandang Timor Leste, zona itu sebenarnya adalah
wilayah Timor Leste yang digunakan oleh PBB sebagai kawasan koordinasi keamanan
antara TNI dan PBB, sebagai tempat fasilitasi pembangunan pasar bagi warga di
perbatasan, dan sebagai tempat rekonsiliasi antara masyarakat eks Timtim dengan
masyarakat Pasabe, Distrik Oecussi. Dengan demikian, setelah PBB meninggalkan
Timor Leste, seharusnya zona netral tersebut tetap menjadi bagian wilayah
kedaulatan Timor Leste.
ร Ketiga, terkait dengan
aspek sosial budaya, yaitu masih terdapat sentimen negatif antarwarga Indonesia
dengan warga Timor Leste. Sebenarnya, masyarakat Timor Tengah Utara dan Oecussi
di perbatasan berasal dari nenek moyang yang sama, yaitu sama-sama orang Timor,
baik itu suku Tetun, Marae (Bunak), Kemak, dan Dawan. Hubungan kekerabatan pun
sudah lama terjalin, apalagi Timor Leste pernah menjadi bagian dari Indonesia
sejak tahun 1975 hingga 1999. Namun, pasca pemisahan Timor Timur sebagai hasil
referendum, sentimen negatif tersebut menguat. Di satu sisi, warga Timor Leste,
terutama yang pada referendum menjadi bagian kelompok prokemerdekaan, melihat
Indonesia sebagai negara yang telah menjajah mereka selama hampir 25 tahun. Di
sisi lain, warga Indonesia melihat warga Timor Leste sebagai orang-orang yang
tidak berterima kasih, apalagi banyak anggota kelompok prointegrasi yang
memilih mengungsi ke wilayah Indonesia pasca referendum. Sentimen negatif ini
semakin menguat ketika masyarakat kedua negara sama-sama dalam kondisi miskin
dan mereka terlibat perebutan sumberdaya seperti lahan kebun dan sapi.
Upaya
Penyelesaian
Indonesia sudah melakukan berbagai tindakan
untuk menyelesaikan permasalahan ini, baik tindakan yang bersifat jangka pendek
(penyelesaian konflik yang terjadi) maupun tindakan yang bersifat jangka
panjang (penyelesaian sumber konflik). Pada penyelesaian yang bersifat jangka
pendek, untuk konflik yang terjadi tahun 2012, aparat TNI dari Korem 161
Wirasakti Kupang berhasil menghentikan pembangunan kantor QIC yang dilakukan
oleh pihak Timor Leste. Menurut Komandan Korem, pembangunan tersebut sudah
melewati tapal batas Indonesia sejauh 20 m sehingga TNI meminta Timor Leste
agar segera menghentikan pembangunan tersebut. Sambil menunggu penyelesaian
lebih lanjut, TNI bersama dengan tentara Timor Leste berhasil menghentikan
konflik antarwarga perbatasan kedua negara dan menciptakan kondisi yang
kondusif kembali (Tempo, 27 Juli 2012). Dari kasus di atas, Indonesia
mendapat pembelajaran bahwa kekuatan TNI yang ditempatkan di titik-titik
perbatasan ternyata masih kurang dalam menghentikan konflik antar warga
perbatasan, sehingga Komandan Korem di Kupang perlu datang sendiri ke lokasi
konflik. Oleh karena itu dalam jangka panjang, kekuatan TNI di tiap titik
perbatasan perlu ditambah agar di masa yang akan datang konflik-konflik
tersebut bisa diantisipasi.
Namun dalam kasus 2013, keterlibatan
aparat keamanan dari kedua negara, baik Cipol-nya Timor Leste maupun TNI-nya
Indonesia, justru membuat konflik ini semakin besar. Dengan kekuatan senjata
api yang mereka pegang, keterlibatan aparat keamanan justru semakin
meningkatkan eskalasi konflik dan dapat menimbulkan korban yang lebih besar.
Padahal, aparat keamanan ini seharusnya bisa menjadi functional actor yang
bisa menenangkan warga dari negara masing-masing untuk tidak melakukan aksi
kekerasan, seperti yang terjadi pada kasus tahun 2012.
Dalam usaha penyelesaian yang bersifat jangka
panjang, Indonesia melakukan diplomasi dalam rangka menyelesaikan delimitasi
terhadap segmen-segmen yang masih belum disepakati. Berdasarkan perjanjian
perbatasan darat 2012, kedua negara telah menyepakati 907 koordinat titik-titik
batas darat atau sekitar 96% dari panjang total garis batas. Garis batas darat
tersebut ada di sektor Timur (Kabupaten Belu) yang berbatasan langsung dengan
Distrik Covalima dan Distrik Bobonaro sepanjang 149,1 km dan di sektor Barat
(Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara) yang berbatasan langsung
dengan wilayah enclave Oecussi sepanjang 119,7 km (Ganewati Wuryandari, 2012).
Upaya diplomasi ini tidak hanya berfokus pada penyelesaian garis demarkasi
terhadap tiga segmen batas yang belum disepakati, tetapi juga pengenalan
pengaturan di kawasan perbatasan yang memungkinkan warga Timor Leste dan warga
Indonesia yang berada di sisi perbatasan masing-masing untuk bisa melanjutkan
hubungan sosial dan kekeluargaannya yang selama ini telah terjalin di antara mereka.
(Website Sekretaris Negara, 20 Maret 2013).
Dalam
upaya diplomasi untuk menyelesaikan sisa segmen yang belum disepakati, hambatan
yang perlu diantisipasi adalah perbedaan pola pendekatan penyelesaian yang
digunakan oleh masing-masing pihak. Pihak Timor Leste dengan dipandu oleh ahli
perbatasan dari United Nations Temporary Executive Administration (UNTEAD)
menekankan bahwa penyelesaian perbatasan hanya mengacu kepada traktat antara
Belanda-Portugis tahun 1904 dan sama sekali tidak memperhitungkan dinamika
adat-istiadat yang berkembang di wilayah tersebut. Sementara itu, pihak
Indonesia mengusulkan agar pendapat masyarakat adat ikut dipertimbangkan
(Harmen Batubara, 2013). Perbedaan pola pendekatan ini perlu disamakan terlebih
dahulu sebelum pembahasan tentang tiga segmen batas dilanjutkan.
Langkah
ke Depan
Kasus penyelesaian konflik perbatasan antara
Indonesia dengan Timor Leste di atas menggambarkan bahwa langkah jangka pendek
dan jangka panjang telah dilakukan, baik melalui penempatan kekuatan TNI maupun
melalui negosiasi bilateral yang dikawal oleh Kementerian Luar Negeri kedua
negara. Namun demikian, hal yang perlu dilakukan adalah pelibatan unsur
masyarakat dalam upaya penyelesaian tersebut. Unsur masyarakat di sini penting
karena penguasaan tanah di perbatasan terkait erat dengan adat-istiadat yang
berlaku di sana. Pada satu sisi, pemerintah melakukan perundingan di tingkat
pemerintah, tapi pada sisi lain masyarakat adat membuat kesepakatan-kesepakatan
terkait batas lahan dan aturan pengelolaan kebun di wilayah mereka, yang sangat
mungkin hasilnya bertentangan dengan hasil yang disepakati pemerintah.
Namun demikian, sebelum pelibatan unsur
masyarakat tersebut dilakukan, pemerintah Indonesia perlu membekali warganya
dengan pendidikan guna meningkatkan pengetahuan tentang perbatasan dan
menguatkan jiwa nasionalisme, sehingga keterlibatan masyarakat akan memberikan
dampak positif bagi posisi Indonesia dalam perundingan. Gabungan kekuatan
militer, diplomasi, dan unsur masyarakat ini dapat menjadi senjata ampuh dalam
mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan
segenap bangsa di wilayah-wilayah perbatasan Indonesia.`
Semoga kamu bisa
terbantu dengan posting kali ini. Oh ya, baca juga “Kumpulan
Contoh Kasus Pelanggaran HAM Beserta Kronologi, Penyebab, Hak yang Dilanggar
dan Penyelesaian”.
Kalau kamu memiliki PR/Tugas yang
sulit, kamu bisa meminta referensi ke blog ini melalui FanPage Facebook kami di
“Raka
RAPerz ElephantDead’s Blog” Sampi Jumpa di posting berikutnya! =D
Thx ya atas pengetahuannya ! (y)
ReplyDeletepengetahuan yang sangat berguna bagi penerus bangsa indonesia ! ;)
Thank youu..
ReplyDeleteJIKA ANDA BUTUH ANGKA RITUAL/JITU 2D_3D_4D_SGP/HK DIJAMIN 100% JEBOL SILAHKAN HUB MBAH_AMARI (0822-2000-1102) ATAU KUNJUNGI BLOG ASLI (KLIK) http://akiamari.net thank'z zobat.
ReplyDeleteTerima kasih, sangat membantu sekali :)
ReplyDeleteterimakasih atas informasinya mas
ReplyDeletesangat membantu ... thanks
ReplyDeletemakasih.... ini sangat membantu
ReplyDeleteIbu Dossy's class says HI
ReplyDeleteread please
ReplyDeletehttps://agungtmmd.blogspot.co.id
Wahhh... Terimakasih informasinya...
ReplyDeleteSudah saatnya beralih ke lebih modern dan mudah di nikmati kapan saya, bagi pecinta drama korea, Download aplikasi MYDRAKOR di GooglePlay, aplikasi film drama korea terlengkap dan terbaru, mudah digunakan dan gratis. MYDRAKOR
ReplyDeletehttps://play.google.com/store/apps/details?id=id.mydrakor.main&hl=in
https://www.inflixer.com/
Terima kasihh❤️ Sangat membantuuu
ReplyDeleteTrimakasih telah membantu๐ ๐
ReplyDeleteKISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS, BERKAT BANTUAN BPK PRIM HARYADI SH. MH BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI JUGA.
ReplyDeleteAssalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A , dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk PRIM HARYADI SH.MH Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk prim haryadi SH. MH beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk DR Prim Haryadi SH.MH ๐ 0853-2174-0123. Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk prim haryadi semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....
I was diagnosed with stage 3 breast cancer in August 2010. A valuable friend told me about Dr. Itua Herbal Center in West Africa. She gave me her phone number and email address. I quickly contacted him to guarantee that his herbal medicines will heal my cancer and I will heal forever I said OK.I ask him what is the healing process, he asks me to pay the fees I did and within 7 working days he sent me the herbal medicine and then he asked me I told my friend Gomez about the herbal drug so that he gave me to go and drink it.So after drinking for two weeks, I was cured, I am so grateful and I promise that I will do it I recommend to anyone who has cancer and that that I am doing. Herbal medicine Dr. Itua makes me believe that there is hope for people with Parkinson's disease, schizophrenia, scoliosis, bladder cancer, colorectal cancer, breast cancer, kidney cancer. , Leukemia, lung cancer, skin cancer, uterine cancer, prostate cancer Fibromyalgia,
ReplyDeleteFibrodysplasia Syndrome, Epilepsy,Sclerosis sickness, Dupuytren's Disease, Diabetes, Celiac Disease, Angiopathy, Ataxia, Arthritis, Amyotrophic Lateral Sclerosis, Alzheimer's Disease, Lupus, Adrenocortic Carcinoma.Asthma, Allergic Diseases.HIV Help, Bladder cancer,Brain cancer,Esophageal cancer,Gallbladder cancer,Gestational trophoblastic disease,Head and neck cancer,Hodgkin lymphoma
Intestinal cancer,Liver cancer,Melanoma,Mesothelioma,Multiple myeloma,Neuroendocrine tumors
Non-Hodgkin lymphoma,Cervical Cancer,Oral cancer,Ovarian cancer,Sinus cancer,Soft tissue sarcoma,Spinal cancer,Stomach cancer
,Testicular cancer,Throat cancer,Meniere's disease,Thyroid Cancer,Vaginal cancer,Vulvar cancer
HIV Aids, Herpes, Disease Chronic inflammatory, Memory disorder,
Here is his contact information ...... [Email ... drituaherbalcenter@gmail.com. Whatsapp ... + 2348149277967]
Terimakasih sangat membantu...
ReplyDelete